MATARAM—Alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) yang didapatkan Provinsi NTB tahun 2017 ini terjadi penurunan, jika dibandingkan penerimaan tahun 2016.
Tahun ini NTB dapat sebesar Rp 235,797 miliar lebih. Sementara tahun 2016 lalu NTB mendapatkan alokasi DBHCHT sebesar Rp 244,655 miliar.
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 28/PMK.07/2016 tentang penggunaan, pemantauan dan evaluasi DBHCHT. Maka total alokasi DBHCHT itu, 50 persen pemanfaatannya untuk mendanai kegiatan yang berhubungan langsung dengan petani tembakau dan pengembangan tembakau. Selanjutnya 50 persen lagi diarahkan untuk mendanai program sesuai kebutuhan dan prioritas daerah, seperti bidang perekonomian dan pengentasan kemiskinan.
“Untuk mendukung program pengentasan kemiskinan, maka DBHCHT ini tidak hanya dilalokasikan untuk daerah penghasil saja. Tetapi juga merata di NTB sesuai dengan prioritas program,” kata Kepala Bidang (Kabid) Ekonomi, Badan Perencanaan Pembanguan Daerah (Bappeda) Provinsi NTB, Muhammad Riadi, di sela pertemuan rapat rekonsiliasi DBHCHT , Selasa kemarin (9/5).
Riadi menyebutkan, dari total alokasi DBHCHT untuk NTB yang sebesar Rp 235,797 miliar lebih, maka yang didapatkan Pemprov NTB sebesar Rp 70,739 miliar. Selanjutnya Kabupaten Lombok Timur sebagai penghasil cukai dan tembakau mendapatkan sebesar Rp 53,584 miliar lebih, Kabupaten Lombok Tengah yang juga sebagai daerah penghasil cukai dan tembakaumenerima sebesar Rp 38,832 miliar lebih, dan Kabupaten Lombok Barat yang juga sebagai penghasil tembakau mendapatkan DBHCHT sebesar Rp 12,655 miliar lebih.
Selain tiga kabupaten sebagai penghasil cukai dan tembakau, sejumlah kabupaten/kota juga mendapatkan alokasi DBHCHT. Seperti Kota Mataram mendapatkan alokasi DBHCHT yang cukup besar, bahkan lebih besar dari penghasil tembakau seperti Kabupaten Lombok Barat. Dimana Kota Mataram menerima alokasi DBHCHT sebesar Rp 27,042 miliar lebih.
Selain itu, Kabupaten Lombok Utara juga mendapatkan alokasi DBHCHT sebesar Rp 7,9 miliar, Kota Bima sebesar Rp 1,6 miliar, KSB sebesar Rp 2,4 miliar, Sumbawa sebesar Rp 7,9 miliar, Kabupaten Bima sebesar Rp 7,9 miliar dan Kabupaten Dompu sebesar Rp 4,9 miliar.
“Alokasi DBHCHT untuk luar daerah penghasil cukai dan tembakau difokuskan untuk program pengentasan kemiskinan dan menumbuhkan ekonomi masyarakat, sesuai dengan program prioritas pemerintah daerah,” jelas Riadi.
Riadi menjelaskan, alokasi dana DBHCHT ke setiap kabupaten/kota sesuai dengan PMK Nomor 28/PMK.07/2016 tentang pengunaan dan pemanfaatan dan evaluasi dana bagi hasil tembakau. Dimana sesuai dengan ketentuan tersebut alokasi dana BBHCHT tersebut dibagikan kepada kabupaten/kota dengan alokasi yang berbeda-beda sesuai dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan. Utamanya lebih difokuskan dalam pengentasan kemiskinan dan program menumbuhkan perekonomian masyarakat, meski tidak ada kaitannya dengan tembakau.
Sementara untuk alokasi dana yang dikelola Pemprov NTB sebesar Rp 70,738 miliar atau 30 persen dari total jumlah alokasi DBHCHT untuk Provinsi NTB di tahun 2017 ini, disebar ke 11 SKPD teknis yang ada di lingkup Pemprov NTB yang fokus dalam program pengentasan kemiskinan dan perekonomian.
Diantara SKPD yang menerima alokasi DBHCHT adalah Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTB sebesar Rp 17 miliar, Dinas Koperasi UKM NTB sebesar Rp 5,5 miliar, Dinas Ketahanan Pangan (DKP) NTB sebesar Rp 2 miliar, Disnakertrans NTB sebesar Rp 5,249 miliar, Dinas Sosial NTB sebesar Rp 4 miliar, Dinas Perindustrian NTB sebesar Rp 2,5 miliar, dan Dinas Perdagangan Provinsi NTB sebesar Rp 2,739 miliar.
Selain itu ada juga alokasi untuk RSUP NTB sebesar Rp 30 miliar, Bappeda NTB Rp 750 juta, Rumah Sakit Jiwa NTB sebesar Rp 500 juta dan Dispora NTB sebesar Rp 500 juta.
Sementara Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Provinsi NTB, Husnul Fauzi mengatakan, setiap tahunnya kecendrungan produksi tembakau di NTB tidak menentu . Hal tersebut lebih disebabkan tanaman tembakau merupakan tanaman musiman yang sebagian besar di produksi di Kabupaten Lombok Timur dan Lombok Tengah. “Tanaman tembakau ini sangat tergantung dengan iklim. Karena itu luas areal tanam juga berdampak terhadap produksinya setiap tahunya terjadi penurunan,” terang Husnul.
Untuk luas areal tanam tembakau virginia di NTB, justeru kecenderunganya terjadi penurunan. Jika pada tahun 2012 luas arel tanam tembakau virginia mencapai 30.774.90 hektar, dengan produksi sebanyak 54.494,50 ton, maka tahun 2013 luas areal tanam menurun menjadi 23.329,10 hektar, dengan produksi mencapai 33.906,70 hektar.
Kemudian tahun 2014 luas areal tanam tembakau Virginia menurun menjadi 19.250,30 hektar, dengan produksi tembakau mencapai 28.763,60 ton. Tahun 2015 ,luas areal tanam tembakau di NTB sebanyak 19.144,75 hektar, dengan hasil produksi tembakau mencapai 29.864,89 ton.
Hal yang sama juga terjadi untuk luas areal tanaman tembakau rakyat yang kecenderunganya terus menurun. Pada tahun 2012 luas areal tanam tembakau rakyat mencapai 6.280,50 hektar, dengan produksi tembakau sebanyak 7.014,80 ton. Turun drastis di tahun 2015 dengan luas areal tanam tembakau rakyat hanya 4.608,12 hektar, dengan produksi tembakau sebanyak 4.583,62 ton.
Sebaran produksi tembakau di Provinsi NTB pada tahun 2015, Kabupaten Lombok Timur menjadi basis produksi terbesar penghasil tembakau virginia dan tembakau rakyat. Untuk produksi tembakau virgina di Kabupaten Lombok Timur tahun 2015 mencapai 16.514,72 ton, dengan memberi kontribusi sebesar 55,30 persen. Untuk produksi tembakau rakyat mencapai 2.086,53 ton memberi kontribusi sebesar 45,52 persen. Selanjutnya Kabupaten Lombok Tengah untuk tembakau virgina produksinya sebanyak 13.076,66 ton atau memiliki kontribusi sebesar 43,79 persen. Untuk produksi tembakau rakkyat mencapai 890,25 ton atau berkontribusi sebesar 19,42 persen.
Selanjutnya Kabupaten Lombok Utara untuk tembakau virginia produksinya mencapai 228,65 ton, atau memiliki kontribusi sebesar 0,77 persen. Baru kemudian Lombok Barat untuk produksi tembakai virgina mencapai 39,96 ton atau memiliki kontribusi sebesar 0,13 persen.
“Untuk potensi tanaman tembakau di NTB itu mencapai 40.000 hektar. Hanya saja rata-rata per tahun itu yang ditanami18 ribu hektar sampai 20 ribu hektar. Untuk tahun 2016 hanya 14 ribu hektar, karena gejolak iklim ekstrim Lanina,” tutup Husnul. (luk)
Sumber : http://www.radarlombok.co.id/50-persen-dbhcht-untuk-pengentasan-kemiskinan.html